Selamat datang di web-blog AIC Group. Terima kasih atas kunjungan anda di web-blog ini. Semoga seluruh informasi yang ada di dalam web-blog ini berguna untuk semua. Seluruh informasi yang ada dalam web-blog ini sifatnya umum dan diambil dari berbagai sumber. Bagi yang ingin menyumbangkan tulisan dan bermanfaat untuk semua, silakan hubungi admin. Jangan anggap tabu lagi untuk berbicara soal seks, sebelum anda sendiri mengalaminya sendiri.

21 Mei 2010

MUDAHKAN AKSES KONDOM DI KOMUNITAS DAN TEMPAT KERJA

Istilah "Outlet Kondom" mungkin masih asing bagi sebagian besar masyarakat, namun tidak demikian halnya dengan kalangan gay dan LSL (Laki-laki berhubungan Seks dengan Laki-laki). Seperti yang tampak pada aktivitas kaum gay dan LSL yang tergabung dalam Himpunan Abiasa.

Sepekan menjelang peringatan Hari AIDS Sedunia yang jatuh pada hari ini, lembaga yang berbasis di Bandung itu menggelar pelatihan manajemen outlet kondom yang diikiuti 20 aktivis dan relawan Abiasa. Peserta yang datang dari berbagai kabupaten se-Jawa Barat itu secara interaktif dibekali materi seputar kondom laki-laki dan perempuan, kesehatan reproduksi, komunikasi persuasif, negosiasi, termasuk manajemen outlet kondom.

Outlet kondom sejatinya bukan hal baru. Keberadaannya sudah tersebar di sejumlah daerah seperti Bali, Semarang dan Surakarta. Di Bali misalnya, outlet kondom sudah ada sejak tahun 2000. Pemantauan biasanya dilakukan lembaga atau yayasan setempat yang dibantu Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Provinsi.

Program Manajer Abiasa, Roni, mengatakan, hingga saat ini pihaknya mengelola tak kurang 45 outlet kondom.Outlet-outlet tersebut biasanya ditempatkan di tempat-tempat tertentu yang menjadi "tongkrongan" komunitas LSL dan tidak menutup kemungkinan waria dan wanita tuna susila (WTS). Namun, jangan bayangkan bangunan outlet serupa butik pakaian karena ketersediaan kondom di "outlet kondom" bisa dikelola siapapun relawan yang berpengaruh di lokasi tongkrongan tersebut, misalnya dititipkan di warung kopi atau pengelola panti pijat.

"Tujuannya adalah untuk mendekatkan akses kondom mengingat banyak diantara mereka yang malu membeli kondom langsung di apotik misalnya. Harapan kami ke depannya kondom dianggap sebagai suatu kebutuhan terutama bagi kelompok berisiko tinggi," ujarnya.

Roni menambahkan, setiap relawan juga umumnya telah dibekali kemampuan komunikasi dan negosiasi mengingat tugasnya adalah mempromosikan kondom agar dipakai untuk mencegah penularan penyakit. Untuk kondomnya itu sendiri ada yang dijual seharga Rp2000-Rp2500 per buah, namun ada pula yang digratiskan atas kerjasama dengan KPA Propinsi.

"Outlet kondom ini juga bisa untuk memantau sejauh mana pemakaian kondom dan pengaruhnya. Jadi misalkan permintaan kondom di suatu outlet tinggi, tapi ternyata kasus infeksi menular seksual di lokasi itu tetap tinggi, berarti patut dipertanyakan kondomnya itu dipakai atau tidak?. Masalahnya, merubah perilaku juga tidak mudah," papar Roni.

Selain di komunitas tertentu, kemudahan mengakses kondom juga telah dilakukan di sejumlah kantor atau perusahaan di Jakarta. Menurut country manager Indonesian Business Coalition on AIDS (IBCA), Evodia A Iswandi, strategi penyediaan kondom di kantor ini termasuk dalam program penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja. Sekedar gambaran, 1 dari 3 pekerja di Afrika Selatan terinfeksi HIV. Bayangkan jika hal ini terjadi pada rekan sekantor Anda?.

"Tujuan program ini agar karyawan bisa lebih mudah mengakses dan menggunakan kondom. Sejauh ini responnya positif dan tidak terlalu kontroversial," tuturnya.

Tidak ada komentar: