Selamat datang di web-blog AIC Group. Terima kasih atas kunjungan anda di web-blog ini. Semoga seluruh informasi yang ada di dalam web-blog ini berguna untuk semua. Seluruh informasi yang ada dalam web-blog ini sifatnya umum dan diambil dari berbagai sumber. Bagi yang ingin menyumbangkan tulisan dan bermanfaat untuk semua, silakan hubungi admin. Jangan anggap tabu lagi untuk berbicara soal seks, sebelum anda sendiri mengalaminya sendiri.

23 Agustus 2009

SUDAHKAN ANAK ANDA PUNYA CITA-CITA?

Setiap orang berhak punya cita-cita yang mencerminkan keinginan, harapan, dan perwujudan prinsip. Walau kerap berubah, biarkan anak Anda memiliki cita-cita. Seperti apa cita-citanya? Menjadi dokter, guru, polisi, insinyur.

Demikian jawaban standar yang kerap dilontarkan ketika anak ditanyai tentang cita-citanya. Umumnya anak-anak usia TK dan awal SD belum paham betul makna cita-citanya. Ada yang sekadar ikut-ikutan temannya, ingin seperti orangtuanya, atau karena kagum pada tokoh atau figur profesi tertentu.

Sebagai contoh, anak yang ingin menjadi musisi atau pelukis mungkin dikarenakan orangtuanya juga seorang musisi atau pelukis; anak yang bercita-cita menjadi guru atau dokter karena menganggap guru itu pintar dan dokter itu bisa menyembuhkan penyakit; atau anak yang ingin menjadi polisi atau insinyur sebab menurutnya polisi itu gagah, sedangkan insinyur bisa membangun gedung-gedung tinggi.

Ya, cita-cita anak kerap dipengaruhi persepsinya terhadap profesi tersebut, jadi jangan heran bila selalu berubah-ubah. Satu waktu bilang ingin jadi dokter, lain kali ngebet ingin jadi astronot misalnya.

Walaupun persepsi sangat berperan, ada banyak hal yang dapat memengaruhi cita-cita si anak. Sinetron, band dan tren kontes menyanyi misalnya, mungkin berimbas pada keinginan anak untuk menjadi artis, penyanyi, atau rock star yang menurutnya keren. Tak dimungkiri lingkungan turut berpengaruh terhadap cita-cita anak.

Terlepas dari cita-cita anak yang bisa jadi di luar dugaan, orangtua tetap harus menghargai cita-cita anaknya. Kalaupun si anak belum punya cita-cita, orangtua bisa membantu memacu atau mendorong anak menumbuhkan cita-citanya. Menurut psikolog keluarga dari Jagadnita Consulting,Clara Istiwidarum Kriswanto, cita-cita sangat penting ditumbuhkan, karena dapat menjadi motivator untuk anak dalam mempelajari sesuatu.

"Seorang anak dengan cita-cita yang jelas akan lebih termotivasi untuk mengembangkan diri dibanding anak yang tidak tahu mau jadi apa atau tidak punya cita-cita," ujarnya.

Dalam membantu mengenali cita-cita anak, orangtua perlu mengenal kemampuan dan profesi anak yang sesungguhnya, sehingga cita-cita tersebut realistis dapat diwujudkan. Tujuannya adalah demi masa depan anak, sehingga perlu sesuai kemampuan anak, bukan asal mengikuti keinginan orangtua. Clara mengingatkan, mengarahkan itu perlu tapi jangan sekali- kali memaksakan.

"Sekali lagi ini adalah cita-cita anak, maka orangtua perlu realistis akan kemampuan anak, apakah anaknya tergolong cerdas, rata-rata, atau bahkan kurang. Semua dapat dikembangkan seoptimal mungkin asal orangtua tidak bersikap memaksa," tegasnya.

Hal senada dikemukakan pakar pendidikan Ella Yulaelawati. Menurut dia, kecerdasan hanyalah perihal perbedaan kadar, yang terpenting adalah bagaimana menangkap dan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing anak.

"Anak adalah anak. Pada dasarnya, tidak ada anak yang tidak mampu. Perbedaan mungkin disebabkan pengalaman belajarnya yang berbeda. Untuk itu, orangtua maupun guru di sekolah sebaiknya memberikan pengalaman belajar yang lebih kaya," saran Ella.

Kenali Beragam Profesi

Dalam membantu mengembangkan cita-cita anak, orangtua bersama anak-anaknya juga perlu mengembangkan wawasan seluas-luasnya. Semua profesi perlu dikenali sehingga anak dapat mengembangkan minat ke arah tersebut.

Misalnya bahwa profesi atau pekerjaan itu bukan hanya dokter, insinyur, guru, melainkan ada juga chef atau juru masak, model, ilmuwan, wirausaha, penari, pemahat, pematung. Dengan memperluas wawasan tentang pekerjaan dan profesi tersebut, anak akan terbantu mengembangkan keterampilan dasar yang berkaitan dengan profesi-profesi tersebut.

"Dengan demikian, orangtua dapat senantiasa menyemangati anak: ?Katanya mau jadi dokter, itu kan perlu rajin belajar, teliti, tidak penakut, menjaga kebersihan dan kesehatan. Ayo, semangat! supaya cita-citamu tercapai," saran Clara, mencontohkan.
Sekolah jelas berperan dalam membantu proses terwujudnya cita-cita anak. Mengingat beragamnya cita-cita masing-masing anak,maka program-program yang dijalankan di sekolah hendaknya bersikap apresiatif terhadap perbedaan itu, serta memiliki wawasan dan visi ke depan yang jelas. Sehingga kelak lulusannya tak hanya cerdas, juga mapan.

"Perlu totalitas dalam mendidik anak seutuhnya supaya bisa mapan. Mapan di sini tidak harus berarti bisa mencari uang sendiri, melainkan kecakapan hidup untuk menjalankan kehidupan seharihari, belajar mandiri dan bertanggung jawab, tidak membantah orangtua, dan tahu apa yang dilakukannya," urai Ella.

Dalam menggapai cita-cita, lanjut Ella, anak juga perlu dilatih bahwa jatuh-bangun adalah hal wajar yang mungkin bakal dialaminya. Cita-cita tak harus muluk-muluk dan tidak ada salahnya memiliki cita-cita lebih dari satu. Dengan begitu, jika salah satu cita-citanya gagal, dia masih punya cita-cita atau harapan lainnya yang ingin diwujudkannya.

Perlu diingat juga bahwa orangtua sebagai fasilitator atau pendamping hendaknya bersikap demokratis dan tidak menggurui, tahu saatnya anak harus diatur atau dikendalikan, serta menjadi contoh (role model) yang baik bagi anak-anaknya.

"Keterbukaan bisa menjembatani perbedaan persepsi antara orangtua dan anak. Jangan lupa juga senantiasa berdoa untuk cita-cita sang anak," pungkas Ella.

Tidak ada komentar: